Nama : M. Riyan Nur Fatah
NPM : 25112074
Kelas : 1KB04
Seni Sunda Angklung
Baraya
sadaya,, Saat ini Kang Dali ingin memperkenalkan salah satu seni sunda yang
menjadi kebanggaan masyarakat indonesia. Kenapa tidak? karena seni sunda yang
satu ini telah merambah ke berbagai belahan dunia.
Lantas,
bagaimana alat musik natural yang terbuat dari bamboo ini mampu
mengguncang dunia??
Dimulai dengan mencari tahu.. Apa
itu Angklung???
Angklung
merupakan sebuah Alat musik bambu yang terbuat dari dua tabung bambu yang
dikaitkan pada rangka, tabung ini berbeda satu kecil dan yang lain lebih besar.
Kedua tabung ini akan menghasilkan bunyi dengan menggoyangkan rangkanya
sehingga badan tabung beradu dengan rangkanya. Terdapat beberapa nada /laras
yang bisa dihasilkan dari alat musik angklung yaitu Pelog, Salendro, Pentatonis
dan Diatonis.
Laras ini
dibentuk pada saat pembuatan tabungnya, penyeteman atau penyesuaian nada lah
yang menentukan nada tiap angklung. Salendro dan Pelog merupakan laras yang
banyak digunakan dalam musik tradisional sunda. Pentatonis memiliki nada
terbatas Da Mi Na Ti La Da dan Diatonis yang diperkenalkan oleh Daeng Soetigna
pada tahun 1938 memiliki nada yang lebih umum dikenal yaitu Do Re Mi Fa So La
Si Do
Penggunaan
alat musik ini pada awalnya adalah digunakan untuk upacara yang berhubungan
dengan padi dengan tujuan menghormati Nyai Sri Pohaci – Dewi Padi pemberi
kehidupan (hirup-hurip), yaitu mulai dari menanam padi di huma
(ladang).
Sesuai dengan perkembangan kesenian angklung digunakan untuk hiburan dan
penyebaran agama Islam. Angklung itu berusia sangat tua, berasal dari Jawa
Barat. Bahan untuk membuat angklung sederhana, yaitu bambu, meski tak bisa
sembarang bambu. Bambu yang digunakan adalah bambu hitam (awi wulung) dan bambu
putih (awi temen).
Munculnya
angklung berawal dari ritus padi yang dilakukan masyarakat untuk memikat Dewi
Sri agar turun ke Bumi. Tujuannya agar padi yang mereka tanam tumbuh subur.
Maka, angklung menjadi instrumen wajib.
Angklung
yang dikenal masyarakat Sunda berawal dari masa kerajaan Sunda, di mana
angklung menjadi penyemangat dalam pertempuran. Angklung juga biasa digunakan
dalam beberapa ritual kuno, seperti
tanam padi atau panen raya (seren taun).
Dari adat
kebiasaan masyarakat, timbul suatu perenungan sehingga tercipta syair dan lagu
sebagai persembahan dan penghormatan bagi Dewi Sri. Ini juga upaya
menyingkirkan bahaya yang akan datang, terutama dalam bercocok tanam.
Awalnya... angklung bernada pentatonis. Pada suatu
hari, Daeng Soetigna melihat seorang pengemis menggerakkan dua bilah bambu yang
sekarang disebut angklung. Nada yang keluar dari angklung tersebut juga masih
sangat sederhana. Daeng Soetigna lalu membeli angklung itu dari si pengemis.
Karena tak bisa membuat angklung, Daeng Soetigna belajar pada perajin bernama
Pak Djaya. Maka, muncul angklung yang bernada diatonis kromatis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar