Kamis, 04 April 2013

Wujud Kebudayaan - Angklung



 Nama                 : M. Riyan Nur Fatah
 NPM                  : 25112074   
 Kelas                  : 1KB04
Seni Sunda Angklung

Baraya sadaya,, Saat ini Kang Dali ingin memperkenalkan salah satu seni sunda yang menjadi kebanggaan masyarakat indonesia. Kenapa tidak? karena seni sunda yang satu ini telah merambah ke berbagai belahan dunia.
           
Lantas, bagaimana alat musik natural yang terbuat dari bamboo ini mampu mengguncang dunia??

Dimulai dengan mencari tahu.. Apa itu Angklung???


Angklung merupakan sebuah Alat musik bambu yang terbuat dari dua tabung bambu yang dikaitkan pada rangka, tabung ini berbeda satu kecil dan yang lain lebih besar. Kedua tabung ini akan menghasilkan bunyi dengan menggoyangkan rangkanya sehingga badan tabung beradu dengan rangkanya. Terdapat beberapa nada /laras yang bisa dihasilkan dari alat musik angklung yaitu Pelog, Salendro, Pentatonis dan Diatonis.

Laras ini dibentuk pada saat pembuatan tabungnya, penyeteman atau penyesuaian nada lah yang menentukan nada tiap angklung. Salendro dan Pelog merupakan laras yang banyak digunakan dalam musik tradisional sunda. Pentatonis memiliki nada terbatas Da Mi Na Ti La Da dan Diatonis yang diperkenalkan oleh Daeng Soetigna pada tahun 1938 memiliki nada yang lebih umum dikenal yaitu Do Re Mi Fa So La Si Do

Penggunaan alat musik ini pada awalnya adalah digunakan untuk upacara yang berhubungan dengan padi dengan tujuan menghormati Nyai Sri Pohaci – Dewi Padi pemberi kehidupan (hirup-hurip), yaitu mulai dari menanam padi di huma
(ladang). Sesuai dengan perkembangan kesenian angklung digunakan untuk hiburan dan penyebaran agama Islam. Angklung itu berusia sangat tua, berasal dari Jawa Barat. Bahan untuk membuat angklung sederhana, yaitu bambu, meski tak bisa sembarang bambu. Bambu yang digunakan adalah bambu hitam (awi wulung) dan bambu putih (awi temen).

Munculnya angklung berawal dari ritus padi yang dilakukan masyarakat untuk memikat Dewi Sri agar turun ke Bumi. Tujuannya agar padi yang mereka tanam tumbuh subur. Maka, angklung menjadi instrumen wajib.

Angklung yang dikenal masyarakat Sunda berawal dari masa kerajaan Sunda, di mana angklung menjadi penyemangat dalam pertempuran. Angklung juga biasa digunakan
dalam beberapa ritual kuno, seperti tanam padi atau panen raya (seren taun).

Dari adat kebiasaan masyarakat, timbul suatu perenungan sehingga tercipta syair dan lagu sebagai persembahan dan penghormatan bagi Dewi Sri. Ini juga upaya menyingkirkan bahaya yang akan datang, terutama dalam bercocok tanam.


Awalnya... angklung bernada pentatonis. Pada suatu hari, Daeng Soetigna melihat seorang pengemis menggerakkan dua bilah bambu yang sekarang disebut angklung. Nada yang keluar dari angklung tersebut juga masih sangat sederhana. Daeng Soetigna lalu membeli angklung itu dari si pengemis. Karena tak bisa membuat angklung, Daeng Soetigna belajar pada perajin bernama Pak Djaya. Maka, muncul angklung yang bernada diatonis kromatis